Berfilsafat: Pelarian atau Penggalian?
Menyelam Lewat Pikiran, Bertahan Lewat Kata
“Keduanya manusiawi. Kadang kita memang perlu berlindung. Kadang kita siap untuk kembali menyentuh inti.” — Anonim
Saya pernah merasa bersalah karena terlalu sering berpikir. Terlalu sering menarik diri dari percakapan nyata, hanya untuk membatin pertanyaan-pertanyaan besar: "Apa itu makna?" "Mengapa kita merasa sendiri meski dikelilingi orang?" "Apakah semua ini sungguh penting?"
Lama-lama saya bertanya pada diri sendiri: Apakah saya berfilsafat untuk memahami hidup? Atau... sebenarnya saya sedang melarikan diri dari hidup?
Ada waktu di mana filsafat menjadi perisai. Saat dunia terasa terlalu keras, pemikiran menjadi tempat persembunyian yang sunyi tapi terkontrol. Saya bisa menetap di sana, membedah konsep tentang manusia, eksistensi, relasi, tanpa harus menyentuh rasa sesungguhnya. Seolah, dengan memberi nama pada kesedihan, saya tak perlu merasakannya. Inilah filsafat sebagai pelarian: saat berpikir menjadi benteng, bukan jembatan.
Tapi di sisi lain, saya juga tahu bahwa berpikir mendalam bisa menjadi cara saya memulihkan diri. Ketika saya mengajukan pertanyaan, saya tidak sedang kabur—saya sedang menyelam. Saya tidak menjauh dari luka, saya hanya mencari cara agar bisa menatapnya tanpa tenggelam.
Inilah filsafat sebagai penggalian: saat berpikir bukan untuk lari dari rasa, tapi untuk memahami rasa itu dengan lebih jujur.
Dua pengalaman ini kadang tumpang tindih. Ada hari-hari di mana saya tahu saya sedang menunda rasa dengan kerumitan konsep. Tapi ada pula hari di mana justru lewat konsep itulah saya bisa kembali kepada diri saya yang terluka, tapi tenang. Filsafat membuka ruang untuk memahami tanpa menghakimi.
Dan saya belajar untuk tidak menghukum diri sendiri karena itu.
Kalau pun saya sedang melarikan diri, itu pun manusiawi. Kadang kita memang perlu waktu untuk membangun jarak, bukan karena tak ingin merasakan, tapi karena belum sanggup merasakan semuanya sekaligus.
Saya pikir, itu pun bentuk dari mencintai diri sendiri: memberi waktu, tanpa tuntutan. Berfilsafat bukan soal apakah kita sedang menghadapi atau menghindari. Tapi tentang bagaimana kita tetap merawat kesadaran, bahkan saat kita belum siap sepenuhnya terbuka.
Jadi, apakah berfilsafat itu pelarian?
Mungkin iya. Mungkin tidak. Tapi yang pasti, itu bagian dari cara saya bertahan. Dan perlahan, kembali pulang.
— seorang perenung sunyi yang percaya bahwa luka dan pemikiran bisa berjalan beriringan.