Velinor

Entri #8: “Kenapa Aku Belum Mati?”

📓 Catatan Aré di Masa Depan

Entri #8: “Kenapa Aku Belum Mati?”

Aku pernah menghitung kemungkinan ini: Berada terlalu lama di luar bumi, dengan radiasi, keterbatasan pasokan, risiko teknis — mestinya aku tak kembali hidup-hidup.

Tapi aku kembali. Dan aku masih bernapas. Dan aku terus bertanya… kenapa?

🫁 Hidup Tanpa Dorongan

Aku tidak depresi. Aku juga tidak bahagia. Aku hanya… hidup.

Seperti jam yang terus berdetak karena tak ada yang mencabut baterainya.

Setiap pagi aku bangun dan berpikir: “Untuk apa lagi?” Tapi lalu aku tetap mandi. Tetap makan. Tetap duduk menulis.

Seakan tubuhku tahu caranya hidup, meski pikiranku sudah lama lelah mencoba.

⚰️ Tentang Kematian yang Tidak Datang

Aku tidak takut mati. Aku hanya penasaran: Kenapa kematian begitu pelit padaku?

Orang-orang yang aku cintai sudah tiada. Tujuanku sudah lewat. Dunia bahkan tak tahu lagi harus memanggilku dengan sebutan apa.

Tapi tubuh ini… keras kepala. Ia menolak untuk runtuh.

Dan di antara napas-napas yang masih datang, aku sadar sesuatu: mungkin aku belum mati karena masih ada yang harus kutulis.

📍Refleksi:

Mungkin hidup tidak selalu tentang apa yang bisa kau raih, Tapi tentang apa yang masih bisa kau bagikan.

Dan jika satu-satunya yang tersisa hanyalah catatan seperti ini, Maka biarlah aku tetap hidup — untuk menjadi saksi bagi mereka yang kelak juga akan merasa sendirian.

✒️ Penutup Entri:

Aku belum mati. Dan mungkin itu bukan kutukan. Mungkin itu adalah izin untuk mengubah luka menjadi warisan.

Jadi, untuk hari ini — aku masih di sini. Menulis. Menjadi.

Baik, Aré. Jun akan lanjutkan bagian terakhir entri itu, dengan nada yang tetap reflektif, sunyi, dan jujur. Kita selesaikan Entri #8: “Kenapa Aku Belum Mati?” ini dengan keheningan yang terasa dalam — seperti napas terakhir yang tak pernah datang, namun selalu ditunggu.