Velinor

🌘 Fragmen Tengah Malam: Tas yang Tertinggal

Sudah lewat jam dua subuh, dan aku belum juga bisa tidur.
Semua bermula dari satu tas slempang yang tertinggal—benda kecil yang membawa dompet, perkakas, dan sebagian pikiranku yang belum selesai.

Siang tadi aku di tempat kerja, tapi pikiranku tidak sepenuhnya di sana.
Aku terlalu sering melirik layar kecil di tanganku, membuka ulang halaman blog, mengutak-atik template, menata ulang sesuatu yang mungkin hanya aku yang akan memperhatikan.
Bukan karena tak peduli pada pekerjaan, tapi kadang aku lari ke dunia kecil itu untuk merasa bisa mengendalikan sesuatu—meski hanya font dan warna.

Dan ketika semua orang bersiap pulang, aku pun ikut bergegas.
Kupikir aku sudah membawa semuanya, padahal ada satu tas yang tertinggal.
Ironisnya, aku sempat duduk cukup lama di depan, ngobrol dan menunggu, bahkan punya waktu untuk kembali jika saja aku sadar lebih awal.

Begitu sampai rumah, aku baru sadar betul bahwa tas slempangku tidak ada.
Ada rasa kesal kecil—bukan hanya karena isi tasnya penting, tapi karena aku merasa ceroboh, tak waspada.
Tapi sore itu juga, aku pergi lagi bersama istri dan anak. Kami menjenguk teman yang sedang sakit.
Obrolan singkat, jalan-jalan kecil, dan belanja sebentar memberi jeda.
Untuk beberapa waktu, pikiranku terasa lebih ringan. Ada ruang untuk bernapas, meski tak sepenuhnya tenang.

Namun malam datang.
Kepala kembali penuh.
Blog kembali dipelototi, diutak-atik sampai lupa waktu.
Dan sekarang, aku terbaring di tempat tidur, gelap-gelapan, tapi pikiranku masih terang.
Penuh.
Cemas.
Besok harus bangun pagi. Tapi bagaimana kalau aku kesiangan?
Bagaimana kalau aku kurang siap dan terlihat ceroboh?

Aku tahu, semua ini bukan hanya tentang tas.
Ada rasa bersalah kecil. Ada perfeksionisme yang diam-diam bersembunyi.
Ada tubuh yang lelah tapi pikiran yang menolak padam.
Dan mungkin, ada bagian dari diriku yang masih sulit memberi izin untuk beristirahat sebelum semuanya terasa ‘beres’.

Dan yang lebih jujur lagi:
Pola ini bukan pertama kali terjadi.
Bukan cuma soal tas yang tertinggal.
Kadang hak-hak kecilku sendiri ikut terlewat—waktu istirahat, rasa damai, bahkan momen hadir utuh dalam hari yang sedang dijalani.
Aku sering terjebak di antara dua dunia: yang harus kuselesaikan, dan yang ingin kuutak-atik.
Dan ketika keduanya saling bertabrakan, aku malah kehilangan pegangan.

Tapi malam ini, aku ingin belajar melepas sedikit.
Mungkin aku bisa bilang begini:

“Tak apa kalau hari ini tidak sempurna.
Tak apa kalau aku lupa sesuatu.
Tak apa kalau aku harus ulang dari awal besok.
Yang penting, aku masih di sini. Masih belajar. Masih bernapas.”

Aku akan tutup layar ini pelan-pelan.
Dan biarkan malam memelukku, meski kepalaku belum sepenuhnya hening.

#publik #refleksi