Ketika Pilihan Tak Seindah Harapan
📜 Surat Refleksi: Ketika Pilihan Ternyata Tak Seindah Harapan
Untuk diriku yang sedang bertanya, dari aku yang juga tak selalu punya jawabannya.
Kadang aku bertanya dalam diam: "Kalau aku tak ingin hidup dalam perbandingan, kenapa pilihanku lahir justru dari perbandingan itu?"
Aku memilih jalan ini karena kupikir ia lebih aman. Kupilih yang itu karena katanya lebih menjanjikan. Kupilih menjadi begini… karena katanya itu lebih baik daripada menjadi yang lain. Dan sekarang, setelah semua ini berjalan... kenapa rasanya masih seperti tersesat?
Ternyata bukan salah jalannya. Bukan pula karena aku bodoh memilih. Tapi karena aku diam-diam berharap bahwa pilihan yang "tepat" akan membuatku bebas dari kecewa. Padahal tidak.
Aku lupa, bahwa semua pilihan — bahkan yang tampak bijak sekalipun — tetap membawa risiko. Bukan karena aku tak cukup hati-hati, tapi karena hidup memang bukan arena pasti-pastian.
Aku pelan-pelan belajar: Hidup bukan tentang menghapus perbandingan dari kepala, melainkan tentang membebaskan hati dari dikte perbandingan itu.
Aku boleh membandingkan, tapi bukan untuk merendahkan diriku. Aku boleh kecewa, tapi bukan untuk membatalkan semua yang sudah kutempuh.
Karena ternyata, yang paling sulit bukan memilih. Tapi merangkul hasil yang tak sesuai harapan tanpa kehilangan rasa hormat pada diriku sendiri.
Dan mungkin… itulah caraku tumbuh. Bukan dengan menemukan jalan yang selalu benar, tapi dengan mencintai diriku yang tetap berjalan — meski jalannya tak seindah yang dulu kubayangkan.
“Kau boleh kecewa pada hasil, tapi jangan pernah memutus kasih pada dirimu yang memilihnya dengan tulus.”