Komunikasi yang Terlihat Kurang
Sering kali orang berkata, “Komunikasi kamu kurang.” Mereka menilai dari apa yang kasat mata: diam, ragu, atau respon yang tak secepat harapan.
Namun di balik itu ada medan juang yang tak terlihat—trauma yang membuat kata-kata terjerat, rasa takut dihakimi yang membekukan lidah, atau luka lama yang masih bergaung setiap kali mulut hendak terbuka.
Diam bukan berarti tak peduli. Diam sering kali adalah cara tubuh bertahan, cara jiwa melindungi diri. Yang kurang bukanlah komunikasi, melainkan pemahaman orang lain tentang beratnya perjalanan ini.
Ketika Trauma Masuk ke Dunia Kerja
Masalah muncul ketika pola ini terbawa ke pekerjaan. Komunikasi yang terhambat bisa menimbulkan salah tafsir:
- Rekan kerja mengira kita tidak peduli, padahal kita hanya sedang berhati-hati.
- Atasan melihat kita kurang proaktif, padahal di balik diam itu ada pergumulan batin.
- Tugas yang butuh koordinasi jadi tertunda, karena respon tak secepat yang diharapkan.
Dari sisi kita, setiap rapat atau teguran terasa berat. Kita sebenarnya mengerti apa yang harus dikerjakan, tapi sulit mengutarakan pemikiran. Trauma membuat energi terkuras dua kali lipat: sekali untuk bekerja, sekali lagi untuk menenangkan diri sendiri.
Jalan Kecil Menuju Perubahan
Trauma memang nyata, tapi pekerjaan menuntut komunikasi yang jelas. Ada beberapa langkah kecil yang bisa dijadikan jembatan:
- Menyadari kapan diri kita membeku, lalu menuliskannya untuk refleksi.
- Menggunakan komunikasi alternatif—pesan singkat, catatan, atau email—saat bicara langsung terasa sulit.
- Melatih respon sederhana seperti, “Baik, saya kerjakan,” atau “Boleh jelaskan lebih detail?” agar orang lain merasa terhubung.
- Bila memungkinkan, mencari dukungan profesional untuk membongkar pola lama yang menahan kita.
Penutup
Pada akhirnya, komunikasi bukan sekadar lancar atau tidaknya kata-kata. Komunikasi juga tentang niat, usaha, dan keberanian untuk hadir—meski dengan langkah kecil. Diam bisa jadi bentuk bertahan, tapi dengan perlahan kita bisa belajar agar diam itu tidak selalu disalahpahami.
Karena di balik komunikasi yang tampak “kurang,” ada seseorang yang sedang berjuang keras untuk tetap terhubung dengan dunia.