Velinor

🎵 Orang-Orang yang Diam-Diam Berbicara Lewat Lagu

“Music expresses that which cannot be put into words and that which cannot remain silent.”
— Victor Hugo

Visual

Setiap kali musik diputar, entah dari speaker kamar yang redup, earphone saat perjalanan, atau dari suara hati yang tiba-tiba teringat—ada bagian dalam diri kita yang bergerak. Musik bukan sekadar suara. Ia adalah bahasa yang tidak pernah diajarkan, tapi langsung dimengerti oleh tubuh dan jiwa.

Aku sering bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi saat kita mendengar musik? Kenapa beberapa lagu membuat kita menangis meski tidak tahu artinya? Mengapa ada nada-nada yang terasa seperti tempat pulang, bahkan ketika kita tak pernah ke mana-mana?

Mendengarkan musik seperti membaca surat rahasia dari dunia lain. Kadang dunia luar menjadi sunyi, tapi dunia dalam menjadi sangat riuh. Lagu-lagu seperti karya Nigel Stanford atau God Is an Astronaut tidak memakai kata-kata, tapi mampu menciptakan lanskap batin yang lebih jelas daripada percakapan sehari-hari. Mendengarkan mereka, rasanya seperti menyusuri ruang hampa di luar angkasa, di mana kesunyian justru memekakkan. Kita tidak tahu ke mana kita pergi, tapi kita terus berjalan karena suara itu memanggil.

Kadang, cara kita menemukan lagu-lagu itu pun terasa seperti kebetulan yang penuh makna.
Aku mengenal God Is an Astronaut dari seorang teman yang aku temui di salah satu media sosial—bukan seseorang yang dekat, tapi entah mengapa rekomendasinya melekat dan membuatku mencari lebih jauh. Lagu-lagu Twenty One Pilots pertama kali kudengar karena seorang teman dekat pernah menyarankannya. Padahal aku tak pernah melihat dia menyetel musik seperti itu sebelumnya. Rasanya aneh—seperti mendapat kode rahasia dari orang yang biasanya diam. Ada juga lagu-lagu yang kudengar tanpa sengaja, hanya karena autoplay di internet. Tapi justru lagu-lagu seperti itulah yang kadang membuka pintu menuju ruang batin yang belum pernah kukenal.

Lain lagi saat lagu-lagu seperti Coldplay, Twenty One Pilots, atau Imagine Dragons mengisi ruang dengar. Kata-kata mereka bukan sekadar lirik—mereka adalah doa-doa yang tidak sempat kita panjatkan, atau kegelisahan yang tidak sempat kita sampaikan. Musik mereka seperti jembatan yang menghubungkan kegundahan kita dengan kemungkinan penghiburan.

Bahkan ketika mendengar musisi lokal seperti Rendy Pandugo atau Brian Imanuel, ada kerinduan yang terasa lebih akrab. Mereka berbicara tentang hal-hal yang mungkin pernah kita alami—kamar yang sepi, cinta yang tak selesai, atau pencarian identitas yang rumit. Dan saat itulah, lagu menjadi cermin. Kita tidak hanya mendengar lagu, kita mendengar diri sendiri yang sedang berbicara balik.

Sulit menggambarkan semuanya dengan logika. Mungkin karena yang bekerja saat mendengarkan musik bukan hanya otak, tapi juga kenangan, luka lama, impian yang belum selesai, dan perasaan yang tak tahu harus tinggal di mana.

Jika aku harus menggambarkan musik dengan kata, mungkin aku akan bilang begini:

“Musik adalah ruang kosong di dalam diriku yang perlahan terisi cahaya. Kadang terang, kadang berkedip, tapi selalu hidup.”

Dan mungkin itulah mengapa kita terus kembali ke lagu-lagu itu. Karena ada sesuatu yang diam-diam mereka sentuh, dan tidak pernah bisa benar-benar dijelaskan.


Bagaimana denganmu?
Pernahkah ada satu lagu yang datang di waktu paling sunyi, dan sejak saat itu kamu tak pernah benar-benar jadi orang yang sama lagi?
Ceritakan di kolom tamu atau dalam hatimu sendiri—tentang lagu yang menyentuhmu, dan bagaimana ia tiba.

Karena bisa jadi, musik yang kamu dengarkan hari ini… adalah suara yang telah lama menunggu untuk kamu dengar.

#publik #refleksi