🪞 Saat Tidak Menjadi ‘Versi Terbaik’, Apa yang Tersisa?
“Jangan buru-buru menjadi lebih baik. Kadang, diam di antara patah dan pelan adalah bentuk paling jujur dari keberanian.”
Sudah terlalu sering kita diseret oleh kalimat-kalimat seperti:
"Jadilah versi terbaik dari dirimu."
Kalimat yang tampak bijak… sampai kita merasa lelah karena tak pernah cukup.
Tapi bagaimana jika ada hari-hari di mana aku bukan versi terbaikku?
Bukan yang produktif, bukan yang ceria, bukan yang penuh semangat.
Hanya seseorang yang sedang berusaha bertahan.
Apa aku masih layak dicintai?
Apa yang tersisa dari diri saat semua kelebihan merunduk?
Saat pencapaian tak bisa dipegang, dan semangat terasa tipis?
Yang tersisa, mungkin, justru sesuatu yang paling tulus:
Kita yang masih ada.
Kita yang tetap bangun meski tanpa motivasi.
Kita yang mengaduk teh pelan-pelan meski kepala berat oleh pikiran.
Kita yang menjawab pesan meski hati ingin menghilang.
Kita yang tetap hadir — tanpa peran apa-apa selain menjadi diri sendiri.
Dan mungkin di situlah letak nilai paling manusiawi dari keberadaan kita.
Bukan di versi terbaik, tetapi di versi tersisa — yang masih mencoba.
🌿 Tidak ada yang selalu jadi versi terbaiknya. Tapi kita bisa jadi versi yang lembut pada diri sendiri.
✨ Aku tidak harus kuat hari ini. Aku hanya perlu hadir, dengan sisa-sisa yang masih bisa kugenggam. Dan itu pun cukup.