Velinor

"yang kulepas, yang kurenggut"

Aku mencium bau sabun yang sama.

Sabun yang pernah dipakai Wina, saat dia masih tidur di sebelahku.

Tapi ini bukan Wina. Ini Ara.

Ara tertawa kecil di balik bantalku, sementara aku menyalakan rokok tanpa berkata apa-apa.

"Aku tahu kamu mantan pacarnya," katanya tiba-tiba.

Aku menoleh. "Dan kamu tetap datang?"

Ara mengangkat bahu. "Aku juga tahu dia sekarang milik orang lain. Tapi malam ini... kamu milik aku."

Suaranya tidak keras. Tidak menantang. Tapi juga tidak ragu.

Dan aku tahu, aku tidak menolaknya bukan karena Ara lebih baik dari Wina,

melainkan karena aku ingin tahu rasanya merebut kembali sesuatu — meski bukan dari Wina, dan meski bukan benar-benar milikku.

Kami bercinta dalam diam. Bukan diam yang dingin,

tapi diam yang padat—penuh muatan yang tak terucap.

Seolah tubuh kami sepakat bahwa cinta tidak harus jujur.

Yang penting: ada yang datang, ada yang menyerah, ada yang menguasai.

Tapi di sela-sela gairah, wajah Wina muncul.

Wajahnya waktu ia memalingkan tubuh dari pelukanku,

memilih pria lain yang “bisa memberi lebih”.

Aku tidak marah padanya.

Aku marah karena aku percaya, dan kepercayaanku tak cukup membuatnya tinggal.

Maka di ranjang malam ini, aku tidak sedang meniduri Ara.

Aku sedang meniduri rasa gagal yang dulu tak sempat kubalas.

Aku sedang menaklukkan hantu yang dulu membuatku merasa kecil.

Dan Ara tahu. Dia tahu dia bukan kekasih.

Dia tahu dia dipakai bukan untuk seks, tapi untuk menjawab sesuatu dalam diriku yang belum selesai.

Ketika semuanya selesai, Ara bangkit dan mengambil bajunya.

"Dia juga dulu tidur di bantal ini, ya?"

Aku mengangguk.

Ara tidak cemburu. Dia hanya tersenyum samar.

"Kamu masih miliknya, kan? Bahkan setelah kamu meniduriku."

Aku tidak menjawab.

Karena dia benar.


Penutup reflektif (narasi batin):

Kadang yang kita cari bukan tubuh, tapi pengakuan.

Bukan pelukan, tapi kuasa.

Dalam satu tubuh, aku bisa menjadi korban dan pelaku,

pecundang dan penakluk,

yang dilepaskan dan yang merenggut.

Tapi setelah semuanya selesai,

yang tersisa tetap sama:

kosong.

Tapi setidaknya, sekarang aku tahu namanya.

#publik #refleksi